NEW YORK, LASPELA- Kebijakan kontroversial Trump dengan melarang masuk imigran dari tujuh negara mayoritas muslim dan para pengungsi, kembali menuai protes warga Amerika Serikat (AS).
Setidaknya, ribuan warga New York turun ke jalan dalam aksi protes di Bandara John F. Kennedy. Mereka menuntut agar para imigran yang ditahan otorita bandara segera dilepaskan.
Tak hanya di New York, gelombang aksi protes pun terjadi di beberapa kota besar di Amerika, diantaranya New Jersey, Denver, Chicago, Dallas, Seattle, Oregon, Los Angeles, San Fransisco hingga San Diego.
Selain gelombang protes yang dilakukan oleh warga Amerika, perasaan takut dan ketidakpastian tengah menyelimuti para imigran yang telah lama bermukim di Amerika.
Ibado Mahmud, wanita asal Somalia yang datang ke Amerika pada tahun 1993 merasa khawatir jika kebijakan Trump akan menyebabkan diskriminasi terhadap umat Muslim di Amerika Serikat.
“Apa yang saya takutkan adalah, ia akan memisahkan kita,” kata Ibado, seperti dikutip dari USA TODAY, Minggu, 29 Januari 2017.
Tujuh negara yang dicekal oleh Trump adalah negara-negara mayoritas islam yang dianggap memiliki hubungan dengan organisasi teroris diantaranya Iran, Sudan dan Suriah.
Sementara Irak, Somalia, Libya, dan Yaman digolongkan sebagai negara yang dianggap surga bagi para teroris untuk melakukan doktrin, hingga perekrutan.
“Saya membangun langkah-langkah baru ini untuk menjaga teroris ‘Islam radikal’ keluar dari AS. [Saya] tidak ingin mereka di sini,’ ujar Trump di Pentagon, seperti dikutip Reuters, Sabtu, 28 Januari 2017.
Tidak hanya imigran, 375 wisatawan asal negara Muslim dilarang masuk negara AS, sementara 109 wisatawan yang sedang transit di AS ditolak masuk ke negara itu. Sedangkan, 173 orang lainnya dihentikan keberangkatannya ke AS semenjak boarding pesawat meski mereka mengantongi green card.
Trump menandatangani perintah eksekutif pada 27 Januari waktu setempat. Seperti dilansir BBC, ini isi beberapa perintah eksekutif tersebut:
- Menghentikan sementara program penerimaan pengungsi selama 120 hari.
- Melarang menerima pengungsi dari Suriah hingga ada “perubahan penting” yang akan dibuat pemerintah.
- Menghentikan sementara selama 90 hari kedatangan orang-orang dari Irak, Suriah, dan negara-negara yang dianggap “menjadi perhatian khusus”.
- Memprioritaskan pengajuan status pengungsi dengan latar belakang penganiayaan agama, utamanya orang-orang yang menganut agama minoritas di negara asalnya.
- Membatasi jumlah pengungsi sebesar 50.000 pada tahun 2017 – kurang dari setengah seperti yang digariskan Barack Obama, Presiden AS sebelumnya.
Larangan Presiden Trump tersebut turut dikomentari CEO Facebook, Mark Zuckerberg. Lewat akun facebook pribadinya seperti dilansir Sputnik, Minggu (29/1), Mark Zuckerberg menyebut, AS merupakan negara imigran dan harusnya berbangga atas hal tersebut.
Ia menekankan, AS sudah seharusnya tetap membuka pintu bagi para pengungsi dan orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan itu yang menjadi tradisi AS. Zuckerberg turut mengingatkan kalau pintu AS tertutup seperti sekarang, kemungkinan ia tidak akan bertemu sang istri Priscilla Chan.
“Jika kita berpaling dari pengungsi beberapa dekade yang lalu, keluarga Priscilla mungkin tidak akan ada di sini hari ini,” ujar Zuckerberg.
Sumber: berbagai sumber