Securities Financing Lembaga Baru untuk Likuiditas Pasar Saham

Ilustrasi Pasar Modal

JAKARTA, LASPELA- Salah satu pendukung pertumbuhan pasar modal Indonesia adalah likuiditas pasar saham. Apabila transaksi perdagangan saham di pasar modal Indonesia semakin likuid, maka diharapkan semakin banyak pula investor yang akan berinvestasi di Pasar Modal Indonesia.

Akhir 2016 lalu telah berdiri   lembaga keuangan baru, PT Pendanaan Efek Indonesia (PEI), yang didirikan tiga lembaga SRO (Self Regulatory Organization) yakni Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

PEI diharapkan membantu menopang likuiditas pasar saham. Lembaga securities financing (SF) ini akan menyiapkan dana pinjaman untuk perusahaan sekuritas yang menyediakan transaksi marjin.

Di bursa-bursa negara lain, terutama di Asia umumnya mendapat dukungan lembaga Securities Financing yang biasanya didirikan tidak lama setelah bursa di tiap negara tersebut berdiri.

Korea mendirikan Korea Securities Finance (KSFC) tahun 1955. Taiwan memiliki dua SF yaitu Yuanta Securities Finance yang berdiri tahun 1980, dan Global Securities Finance Co. Thailand mendirikan Thailand Securities Finance Corporation (TSFC) tahun 1996. Sedangkan Tiongkok memiliki China Securities Finance Corporation (CSF) yang berdiri tahun 2011.

Negara Amerika dan Australia tidak memiliki SF karena lembaga perbankan di negara tersebut bisa untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan sekuritas karena memungkinkan saham sebagai agunan. Sementara perbankan di Indonesia tidak memperkenankan agunan dalam bentuk saham atau efek.

Jepang menjadi rujukan pasar modal Indonesia dalam mendirikan SF. SF di Jepang berdiri sejak tahun 1927 dengan nama Japan Securities Finance Co.Ltd (JSF) usai Perang Dunia II. Ketika itu likuiditas perdagangan saham sangat rendah, dan perusahaan sekuritas kekurangan likuiditas karena dampak kebijakan moneter. Peran besar JSF sangat efisien dalam memberikan pinjaman dalam transaksi marjin, sehingga berhasil meningkatkan likuiditas pasar. JSF kemudian memperkenalkan depository receipt system, yaitu instrumen keuangan untuk memperoleh pendanaan dari pasar uang. Sistem ini menghubungkan pasar modal dan pasar keuangan.

SF menjadi salah satu program Tim Pengembangan Infrastruktur Pasar Modal (TPIPM) yang telah diputuskan pada SMO meeting TPIPM pada 29 Maret 2016 lalu.

SF juga masuk dalam Masterplan Bursa Efek Indonesia (BEI) 2016-2020 dan Strategi Bisnis Perusahaan KPEI 2016-2020. Publikasi media dan sosialisasi rencana implementasi SF telah disampaikan dalam berbagai event dan pemberitaan oleh OJK dan SRO.

Latar belakang kuat pembentukan SF lainnya karena di Indonesia saat ini belum ada institusi khusus yang memberikan fasilitas SF atau pembiayaan transaksi marjin.

Izin Operasional

Saat ini, PEI tengah menunggu izin operasional sebagai perusahaan pembiayaan dari OJK dan kelengkapan kelembagaan, yang mencakup peraturan pendukung, pengembangan sistem dan infrastruktur, kerangka kerja, dan SDM.

Setelah kelengkapan operasional tersebut terpenuhi, PEI akan melakukan sosialiasi dan edukasi kepada pelaku pasar. Dalam tahap awal, modal disetor PEI sebesar Rp500 miliar dengan modal dasar sebesar Rp1 triliun.

Ke depan, PEI bisa mendapatkan sumber pendanaan dari pasar uang melalui penerbitan depository receipt sebesar 43%, dan melalui penerbitan REPO sebanyak 49%.

Untuk diketahui, ada beberapa tahapan layanan PEI yang akan disediakan bagi pelaku pasar modal, yakni, pembiayaan transaksi marjin beli, pembiayaan transaksi marjin jual, securities lending borrowing and Repo, pembiayaan penerbitan efek (IPO/underwriting), dan general loan.

PEI akan menetapkan nilai maksimum pemberian pinjaman sesuai katagori tertentu dan ketentuan yang berlaku untuk masing-masing perusahaan efek AB dan AK.  Pemberian pinjaman untuk pembiayaan efek dilakukan berdasarkan assessment risiko kredit oleh internal PEI. (rilis)