Hantaru 2016: Wujudkan Reforma Agraria dan Tata Ruang yang Berkeadilan

hantaru-peluncuran-hari-hantaru (foto Humas ATR)

“Kami terus menjalankan filosofi ‘Senang Memudahkan’ tetapi tidak dengan menggampangkan menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” tutup Sofyan.

konfernsi Pers ART (humas ART)
konfernsi Pers ART (humas ATR)
JAKARTA, LASPELA – Penyelenggaraan pertanahan di Indonesia memasuki babak baru sejak meleburnya tata ruang dan pertanahan dalam Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Sinergi ini juga ditandai dengan peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru) yang dibuka pada 24 September bertepatan dengan Hari Agraria dan akan ditutup pada 08 November bertepatan dengan Hari Tata Ruang.
Sejarah Hari Agraria yang diperingati setiap tanggal 24 September, bermula dari ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menjadi dasar hukum pengaturan pertanahan di Indonesia.
Sementara Hari Tata Ruang yang diperingati setiap tanggal 8 November merupakan adaptasi lokal dari World Town Planning Day yang diperingati oleh 35 negara di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Tahun ini rangkaian penyelenggaraan Hantaru mengusung tema Reforma Agraria dan Tata Ruang yang Berkeadilan, sebagai turunan dari Agenda Prioritas Pembangunan Nasional ‘Nawacita’ yakni menghadirkan Negara dalam setiap proses pembangunan di Indonesia.
Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan A. Djalil menuturkan Kementerian ATR/BPN memiliki peran strategis untuk memastikan tanah dan tata ruang dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Karena itu Kementerian ATR/BPN telah mencanangkan tiga program strategis tahun 2016-2019 yaitu:
  1. Percepatan legalisasi aset secara sistematis hingga 23,21 juta bidang;
  2. Percepatan pengadaan tanah untuk mendukung program strategis pembangunan antara lain pembangkit listrik 35.000 MW, jalan tol sepanjang 7.338 kilometer, 24 bandar udara, jalur kereta api sepanjang 3.258 kilometer, 24 pelabuhan laut, 5 juta unit rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), 12 Kawasan Ekonomi Khusus, 15 Kawasan Industri, 78 unit stasiun Bahan Bakar Gas (BBG), dan 2 kilang minyak;
  3. Pelaksanaan Reforma Agraria dengan total 9 juta hektar yang terdiri dari 0,6 juta hektar tanah transmigrasi yang belum bersertifikat, 3,9 juta hektar tanah legalisasi aset masyarakat, 0,4 juta hektar tanah terlantar, dan 4,1 juta hektar tanah pelepasan kawasan hutan;
Sofyan memastikan bahwa program strategis tersebut mendesak untuk diselesaikan mengingat baru sekitar 45 persen bidang tanah di Indonesia yang sudah terdaftar dan bersertifikat.
Selain itu berdasarkan konsep Gini Rasio, penguasaan tanah di Indonesia mendekati angka 0,59 yang artinya hanya sekitar 1 persen penduduk yang menguasai 59 persen sumber daya agraria, tanah dan ruang.
“Hal ini perlu perhatian serius karena terdapat ketimpangan dalam penguasaan dan kepemilikan tanah,” ujarnya.
Ketiadaan sertifikat bukan hanya membuat masyarakat tidak mendapatkan akses ke perbankan formal namun juga menimbulkan ketidakpastian hukum dan memicu sengketa serta konflik. Kementerian ATR/BPN, lanjutnya, terus melakukan deregulasi dan debirokratisasi kebijakan khususnya dalam pelayanan pertanahan dan kegiatan penataan ruang.
Sejak menjabat kurang lebih 2 (bulan) sebagai Menteri ATR / Kepala BPN, berbagai upaya telah dilakukan antara lain bekerja sama dengan pemerintah daerah tingkat provinsi atau kabupaten / kota untuk melakukan percepatan sertifikasi seluruh bidang tanah di wilayah mereka. Untuk tahap pertama percepatan sertifikasi dilakukan di tiga wilayah yakni DKI Jakarta, Surabaya dan Batam.
Selain itu Kementerian ATR/BPN juga terus bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan untuk menata kembali kawasan hutan menyusul semakin sempitnya ruang hidup manusia.
“Kita perlu menginisiasi peraturan perundangan yang dapat mengakhiri tumpang tindih dan konflik pengaturan dan tata ruang serta kehutanan,” kata Sofyan.
Pemerintah juga akan mengoptimalkan peran swasta dalam kegiatan pertanahan khususnya survei, pengukuran dan pemetaan dengan meningkatkan peranan surveyor berlisensi, Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kantor Jasa Penilai Publik.
Sofyan berharap penyelenggaraan Hantaru 2016 dapat menjadi momentum untuk menyebarkan informasi, meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat, serta upaya melibatkan masyarakat dalam meningkatkan kualitas pertanahan dan tata ruang di Indonesia.
“Kami terus menjalankan filosofi ‘Senang Memudahkan’ tetapi tidak dengan menggampangkan menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” tutup Sofyan. (Humas ATR/Ron)