JAKARTA, LASPELA— Pengetatan tes pemeriksaan bebas narkoba terhadap calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2017 akan dilakukan dengan memberlakuan tes darah, di samping tes urine. Komisi Pemilihan Umum (KPU) bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) siap menggelar tes tersebut pada 21-27 September mendatang.
Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, semula ada opsi untuk juga menyertakan tes rambut, yakni tes memiliki tingkat keakuratan tertinggi. Namun, tes tersebut terkendala dari sisi teknis dan sumber daya yang menyebabkan waktu mengecek hasil terlampau lama.
Menurut Ida, tes urine dan darah merupakan tes yang paling memungkinkan dilakukan dalam kurun waktu tujuh hari. Persiapan pemeriksaan melibatkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), psikolog, dan BNN
“Kami sudah diskusi, IDI akan menyusun standar pemeriksaan kesehatan, dari BNN untuk bebas dari penyalahgunaan narkoba, dan ketiga dari sisi pemeriksaan psikolog. Masing-masing nanti mereka akan menyerahkan standardisasi ke KPU,” papar Ida seusai rapat koordinasi bersama BNN, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Kamis (1/9) kemarin.
Upaya pengetatan tes kesehatan calon kepala daerah mulai mencuat lantaran kasus tangkap tangan oleh BNN terhadap Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiandi yang tengah berpesta narkoba, pada pertengahan Maret 2016 lalu. Nofiandi merupakan kepala daerah terpilih dalam Pilkada Serentak 2015.
Kabag Humas BNN Kombes Slamet Pribadi menekankan, jangan sampai calon kepala daerah saat menjabat nantinya berperilaku yang tidak sesuai dengan etika pejabat publik.
Syarat bebas dari penyalahgunaan narkoba tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) huruf f UU 10/2016 tentang Pilkada. Pasal itu menyebutkan, calon kepala daerah harus mampu secara jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika.
Bila di daerah tidak memiliki BNN di kabupaten/kota, Slamet mengatakan pemeriksaan akan dilakukan BNN provinsi.
Gerus partisipasi
Dalam kaitan Pilkada 2017, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengkhawatirkan partisipasi pemilih akan berkurang bila terpidana hukuman percobaan boleh mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
Rapat dengar pendapat Komisi II DPR, pemerintah, KPU, dan Bawaslu, awal pekan ini menyimpulkan, untuk memasukkan kelonggaran itu ke Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 5/2016 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
“Ini bisa jadi (berkurang partisipasinya) kalau pemilihnya cerdas. Mereka akan apatis terhadap proses pemilihan,” cetus Titi, di Jakarta, kemarin.
Jika norma tersebut disetujui masuk ke PKPU, menurut Titi hal itu akan mencederai hak keadilan rakyat untuk mendapatkan calon-calon pemimpin yang bisa menjadi figur teladan dan berintegritas.
Namun, Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan, belum ada keputusan final terkait norma terpidana hukuman percobaan tersebut. Pasalnya, anggota DPR masih berbeda pendapat menyikapi norma itu.
“Akhirnya gimana? Kita tunggu. Apakah kesimpulannya nanti tetap dimasukkan atau tidak (dalam PKPU),” ujar Arief.
Dalam rapat dengar pendapat, anggota dari Fraksi PDIP dan Fraksi PAN tegas menolak kelonggaran bagi terpidana tersebut. Kini penolakan dari fraksi lain pun bermunculan.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menekankan integritas calon sangat penting karena dibutuhkan konsentrasi yang baik untuk membangun daerah. Kemampuan itu terhambat bila yang bersangkutan terlilit masalah hukum.
Sumber: MI