JAKARTA, LASPELA– Indonesia akhirnya mendapatkan kepastian untuk mengapalkan produk industri kehutanan tanpa uji tuntas atau due diligence pada 15 November 2016. Parlemen Eropa dan Dewan Eropa telah meratifikasi Forest Law Enforcement, Governance and Trade via Voluntary Partnership Agreement atau FLEGT-VPA dengan Indonesia.
Pekan lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima konfirmasi hal tersebut dari European Forest Institute (EFI), selaku perpanjangan tangan UE.
Direktur Jenderal (Dirjend) Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Ida Bagus Putera Parthama mengatakan, dua bulan lalu proposal FLEGT-VPA telah dimasukkan ke Parlemen dan Dewan Eropa. Hingga 10 Agustus tidak ada sanggahan dari anggota dua lembaga tersebut sehingga FLEGT-VPA sebagai pengakuan atas sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) secara otomatis berlaku.
“Memang belum ada pemberitaan secara resmi. Namun, batas waktu penyanggahan tanggal 10 Agustus sudah lewat. Kita akan menjadi negara pertama yang memiliki lisensi FLEGT,” katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (14/8/2016).
Setelah tenggat pemberian tanggapan berakhir maka per 15 November 2016, Indonesia berhak menerbitkan lisensi FLEGT. Selepas lolosnya permohonan ini, UE memberikan jangka waktu 90 hari bagi 28 negara anggotanya untuk mempersiapkan masuknya impor kayu bersertifikat dari Indonesia tanpa melalui proses uji tuntas. Keistimewaan ini diyakini akan menambah daya saing produk asal Tanah Air dibandingkan negara kompetitor.
Pada awalnya, pemerintah berencana mengapalkan produk perdana berlisensi FLEGT ke Inggris Raya. Namun, setelah Negeri Ratu Elizabeth itu memutuskan keluar dari UE pada 23 Juni 2016, rencana itu berpotensi mengalami perubahan.
“Negara lain yang sudah utarakan keinginan adalah Belanda dan Belgia. Kami khawatir akan mengirim sinyal salah ke UE,” kata Putera Parthama.
Walau demikian, dia menjamin untuk saat ini isu British Exit atau Brexit tidak mempengaruhi sisa perundingan hingga November 2016. Pasalnya, keluarnya Inggris dari UE baru berlaku secara formal pada 2018 sehingga pengapalan ke negeri itu tidak berdampak.
Saat ini setidaknya 2.000 eksportir produk industri kehutanan baik primer maupun olahan memiliki sertifikat SVLK. Sertifikat itu diterbitkan oleh 13 lembaga penilai dan 22 lembaga verifikasi SVLK yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.
Sumber: Bisnis.com