Menanti Aksi Sri Mulyani

Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI (foto/Tempo.co)
  • Lepaskan Gaji Rp 413 Juta/Bulan
  • IHSG Melonjak Kegirangan
  • Rupiah Kembali Bergairah
  • Siap Atasi Kemiskinan dan Kesenjangan
  • Indonesia Hadapi “Perfect Strom”

 SRI MULYANI INDRAWATI akhirnya kembali ke Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuknya menjadi Menteri Keuangan, menggantikan Bambang Brodjonegoro. Jabatan prestisius di Bank Dunia sebagai Managing Director atau Direktur Pelaksana rela ia tanggalkan, demi kembali mengabdi di tanah air. Itulah ekspresi cinta tanah air.

Wanita kelahiran Bandar Lampung, Lampung, 26 Agustus 1962 itu juga rela melepaskan gaji besar di Bank Dunia demi melayani Presiden Jokowi sebagai pembantunya menjaga perekonomian nasional, menjadi bendahara negara.

Berdasarkan Data Bank Dunia, gaji seorang Sri Mulyani dalam setahun mencapai US$ 381.250 atau sekitar Rp 4.956.250.000 atau sekitar Rp 4,9 miliar. Itu artinya, dalam sebulan, Sri Mulyani mengantongi gaji Rp 413.020.833 atau sekitar Rp 413 juta per bulan.

Itu baru gaji, belum termasuk dana pensiun dan tunjangan lainnya. Sri Mulyani mendapat dana pensiun US$ 97.333 atau sekitar Rp 1.265.329.000 atau sekitar Rp 1,3 miliar per tahun. Ada lagi tunjangan lainnya yang didapat Sri Mulyani yaitu sebesar US$ 86.163 atau sekitar Rp 1.120.119.000 atau sekitar Rp 1,1 miliar per tahun.

Ia dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 oleh Emerging Markets pada 18 September 2006 di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan IMF di Singapura. Ia juga terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008 dan wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi majalah Globe Asia bulan Oktober 2007.

Ketika menjabat sebagai Menteri Keuangan secara mengejutkan, pada 5 Mei 2010, Sri Mulyani menyampaikan surat pengunduran dirinya kepada SBY dengan satu alasan, menerima tawaran Bank Dunia untuk menjadi Direktur Pelaksana mulai 1 Juni 2010. Jabatan tersebut merupakan jabatan tertinggi kedua setelah Presiden Direktur Bank Dunia.
Banyak pengamat yang menilai keputusan pengunduran diri tersebut terkait dengan pertentangan moral yang melanda Sri Mulyani karena merasa menjadi korban perkawinan kepentingan politik terkait dengan kebijakan bailout Bank Century.

“Saya hanya ingin mengatakan sebagai penutup, sebagian dari Anda mengatakan apakah Sri Mulyani kalah, apakah Sri Mulyani lari? Saya yakin banyak yang menyesalkan keputusan saya. Di antara Anda semua yang ada di sini, saya ingin mengatakan bahwa saya menang. Saya berhasil. Kemenangan dan keberhasilan saya definisikan menurut saya karena tidak didikte oleh siapapun termasuk mereka yang menginginkan saya tidak di sini. Selama saya tidak mengkhianati kebenaran, selama saya tidak mengingkari nurani saya, dan selama saya masih bisa menjaga martabat dan harga diri saya, maka di situ saya menang. Terima kasih.”

***

Beberapa tahun kemudian, ketika Presiden Jokowi memintanya untuk menjadi Menteri Keuangan lagi, Sri berkata, “Saya merasa terhormat diminta kembali oleh presiden untuk bekerja sama para menteri kabinet yang lain, untuk bisa menjalankan sisa masa kabinet ini. Semoga itu bisa tercapai‎.” .

Sri Mulyani juga mengungkapkan, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, ada be‎berapa pekerjaan rumah yang harus dia lanjutkan dan selesaikan. Salah satunya soal pengentasan kemiskinan dan penyediaan kesempatan kerja.

“Sebaik mungkin untuk menangani masalah selama ini, termasuk pengentasan kemiskinan, memperbaiki kesempatan kerja dan juga mengatasi isu kesenjangan,” tandas dia.

Sebagai Direktur Eksekutif Bank Dunia Sri Mulyani mengkhawatirkan mengenai rapuhnya pertumbuhan ekonomi dunia yang sering disertai gejolak. Pada bulan Juni, kami merevisi proyeksi pertumbuhan dunia ke 2,4%, turun dari proyeksi kami pada bulan Januari yang sebesar 2,9%.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi di Tiongkok dan perubahan struktural ekonomi di Tiongkok sangat berpengaruh di seluruh dunia. “Saya baru kembali dari Argentina minggu lalu, di mana melemahnya ekspor ke Tiongkok telah melemahkan ekonomi di Argentina, yang memiliki 35% ekspor ke Tiongkok.”

Kondisi yang sama dialami negara-negara di Amerika Latin, Afrika, Asia Tengah, serta Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Tiongkok menerima 11% barang ekspor Indonesia. Negara-negara berkembang yang selama dua dekade terakhir menjadi mesin pertumbuhan dunia, saat ini menghadapi tantangan berat, ibarat badai yang datang bersamaan secara sempurna, atau ‘perfect storm’.

‘Perfect storm’ ini berupa melemahnya ekonomi dan perdagangan dunia, perlambatan dan perubahan struktural ekonomi Tiongkok, rendahnya harga-harga komoditas, menurunnya aliran modal ke negara berkembang, meluasnya konflik dan serangan terorisme, serta perubahan iklim global.

Negara-negara pengekspor komoditas, dengan jutaan penduduk miskin, mengalami pukulan paling keras. Sebanyak 40% revisi penurunan ekonomi dunia berasal dari kelompok negara-negara ini.

“Salah satu kekhawatiran terbesar saya adalah meningkatnya ketimpangan di antara masyarakat. Indikator kesenjangan (koefisien gini) Indonesia meningkat tajam dari 30 pada tahun 2003, ke 41 pada tahun 2014. Ketimpangan yang sangat tajam bisa menghambat potensi pertumbuhan jangka panjang Indonesia,” kata Sri Mulyani.

Masalahnya, ketimpangan di Indonesia banyak ditentukan oleh hal-hal yang di luar kendali penderita. Sepertiga dari ketimpangan di Indonesia disebabkan oleh empat faktor pada saat seseorang lahir: provinsi di mana mereka lahir, apakah tempat lahir itu desa atau kota, apakah kepala rumah tangga perempuan, dan tingkat pendidikan orang tua.

Dengan kata lain, kesenjangan pendapatan bukan sekedar dampak dari ketimpangan semata, tetapi akibat adanya ketimpangan peluang. Anak-anak Indonesia yang lahir dengan ketimpangan tersebut akan sulit mengatasi ketimpangan di masa depannya. Ketidakadilan ini harus diatasi segera.

Di kesehatan, Sri Mulyani dihadapkan pada sekitar 37% balita Indonesia mengalami stunting, atau tidak menerima nutrisi yang cukup, mulai dari kandungan hingga usia 2 tahun. Stunting mengakibatkan otak seorang anak kurang berkembang. Ini berarti 1 dari 3 anak Indonesia  kehilangan peluang lebih baik dalam hal pendidikan dan pekerjaan dalam sisa hidup mereka.

Ini adalah musibah bagi Indonesia. Tingkat stunting di Indonesia sangat tinggi dibanding negara tetangga. Misalnya, tingkat stunting di Thailand adalah 16%, dan di Vietnam 23%.

Sri Mulyani telah kembali. Bangsa Indonesia kembali memiliki harapan walau ia akan menghadapi pula muatan-muatan politik. Bersama Srikandi-srikandi Jokowi lainnya  Susi, Retno,  Khofifah, Nurbaya  semoga aksi Sri Mulyani  banyak inovasi.

Kembalinya Sri Mulyani ke Indonesia membuat rupiah bergairah dan IHSG melonjak kegirangan. Semoga pula aksi-aksi Sri mendapat respon bergairah dan akan melonjakkan harapan dan kegembiraan bangsa ini. Semoga! (bbs/agus ismunarno)

.