banner 728x90

Wow, Pulau Nangka Berhamparan Tanaman Cengkeh

Hamparan tanaman cengkeh di Pulau Nangka (foto Roni)
banner 468x60
FacebookTwitterWhatsAppLine
Tanaman cengkeh sedang di jemur (Foto roni)
Tanaman cengkeh sedang di jemur (Foto roni)

SUNGAISELAN, LASPELA— Wow, di pulau terluar ujung barat Kabupaten Bangka Tengah (Bateng) tumbuh tanaman cengkeh seluas 52 Hektar. Sejak tahun 1980an ternyata cengkeh sudah menjadi sumber pendapatan 104 Kepala Keluarga (KK) di Pulau Nangka, Desa Tanjung Pura, Kecamatan Sungaiselan.

Pantuan LASPELA, Senin (27/07/2106), setiap sudut Pulau Nangka, tanaman cengkeh tumbuh subur. Akan tetapi pohon cengkeh yang tumbuh hanya berdiameter rata-rata 20 – 30 Centi meter (Cm) dengan ketinggian 4 – 5 meter (m), tidak sebesar pohon cengkeh di pulau Sulawesi yang berdiameter lebih dari 50 Cm dan tinggi mencapai 10 meter lebih.

banner 325x300

Masyarakat setempat yang merupakan peranakan dari berbagai daerah, yakni Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Kalimantan ini hari itu tampak asyik menjemur hasil panen bunga cengkeh. Sebagian dari mereka juga telah menjual hasil panennya ke pengumpul dari kota Pangkalpinang dengan harga Rp.65 ribu/kg.

Kepala Dusun Pulau Nangka, M.Ali mengatakan asal usul tumbuhnya hamparan pohon cengkeh di pulau nangka berawal dari masyarakat Sulawesi ingin memanen cengkeh seperti di tempat mereka tinggal dahulunya. Sekitar tahun 1980an, mereka menanam beberapa pohon yang bibitnya di datangkan langsung dari Sulawesi.

“Masyarakat baru bisa panen cengkeh setelah usia pohon kurang lebih 6 tahun dari penanaman bibit. Setelah 6 tahun panen pertama, lalu panen keduanya di tahun ke 7 dan begitupun selanjutnya panen dilakukan sekali dalam setahun,”kata M.Ali kepada LASPELA, Selasa (28/07/2016).

Setelah melihat hasilnya menggiurkan, masyarakat daerah lain yang tinggal di Pulau nangka mulai ikut tanam pohon cengkeh hingga sekarang rata-rata dari 104 KK memiliki ½ Hektar pohon cengkeh yang sudah siap panen. Pohon cengkeh mulai berhamparan di pulau nangka sekitar tahun 1990, dengan bibit hasil penyemaian biji buah cengkeh yang sudah tumbuh di Pulau Nangka.

“Alhamdulillah, masyarakat Pulau Nangka saat ini menikmati harumnya bunga cengkeh setiap kali panen,”katanya sembari menyebut harga cengkeh kering saat ini sebesar Rp.65 ribu/kg turun Rp.35 ribu/kg dari harga sebelumnya mencapai Rp.100 ribu/kg.

Untuk penjualan hasil panen cengkeh, kata M.Ali tidak begitu sulit, karena pengumpul dari kota Pangkalpinang setiap kali musim panen akan datang langsung ke Pulau Nangka.

“Masyarakat tidak perlu repot-repot harus pergi ke Pangkalpinang menjual cengkeh, karena pengumpul akan datang langsung ke Pulau Nangka. Tugas masyarakat hanya memanen dan menjemur cengkeh dibawah terik sinar matahari,”ungkapnya.

M.Ali sedikit mengungkapkan bahwa di Pulau Nangka ada budaya “Ngepung” saat musim panen cengkeh. Ngepung berarti bersama-sama, istilah ini diambil karena saat panen cengkeh biasanya masyarakat secara bergantian saling bantu satu dengan lainnya. Seru sekali, sebagian ada yang menaiki tangga yang terbuat dari bambu, sebagian ada yang memegang tangga dan sebagian lagi menunggu bunga cengkeh dari bawah pohon.

“Cengkeh si A panen, maka si B,C hingga Z akan bantu panen cengkeh dan begitupun sebaliknya hingga bunga cengkeh yang terhampar luas di Pulau Nangka habis di kepung ratusan masyarakat. Selanjutnya proses penjemuran hingga penjualan di lakukan sang pemilik cengkeh masing-masing,”ujarnya.

Terkait hasil produksi, tahun ini hanya 10 ton. Kata M.Ali angka tersebut menurun di banding tahun sebelumnya mencapai 15 ton. Hal ini disebabkan karena curah hujan tahun ini cukup tinggi, membuat bunga cengkeh tidak mau tumbuh subur.

“Terlalu sering hujan, bunga cengkeh tidak akan tumbuh. Tanaman cengkeh akan tumbuh subur di iklim tropis, yang di guyuri hujan sekali-kali saja. Panen dengan hasil optimal dirasakan setelah musim kemarau memasuki musim penghujan. Saat ini hasil optimal tersebut sulit dicapai, karena cuaca sekarang sulit di prediksi dan tak menentu,”katanya.

Ia menjelaskan kualitas cengkeh yang baik, yakni pemanenan bunga cengkeh saat tumbuh dengan panjang 1 – 2 cm dalam keadaan kuncup tidak mengembang dan berbiji.

“Kalau sudah mengembang mekar dan tumbuh biji, cengkehnya tidak laku di jual. Biasanya kualitas cengkeh yang jelek seperti itu di gunakan sendiri untuk keperluan rumah tangga, atau di berikan kepada masyarakat,”ulasnya.

Pembudidayaan tanaman cengkeh tidak terlalu sulit, setelah penyemaian bibit hingga ketinggian 4 Cm lalu ditanam di hamparan tanah yang luas. Selama penanaman, usia 3 bulan lalu satu tahun hingga seterusnya cukup di berikan pupuk organik bukan pupuk kimia.

”Cengkeh akan tumbuh subur, jika di hamparan sekitar akar cengkeh tidak ada tanaman rerumputan lain yang dapat mengganggu akar cengkeh mencari makanan di dalam tanah,”ungkapnya.

Untuk harapan yang diinginkan masyarakat Pulau Nangka terkait budidaya cengkeh, kata M.Ali sekarang butuh pendistribusian pupuk organik subsidi. Sejauh ini masyarakat memanfaatkan kotoran ayam di campur dedaunan seadanya sebagai pupuk organik. Namun produksinya tidak terealisasi optimal, lantaran tidak semua masyarakat memilihara ayam dengan jumlah banyak.

“Pada prinsipnya, semakin cukup asupan nutrisi tanaman cengkeh maka angka produksi bunga cengkehnyapun tinggi,”ungkap dia.

Lanjut M.Ali, Kendala budidaya cengkeh lainnya, yakni terbakar saat musim kemarau panjang. Pohon cengkeh sensitif terhadap api, terkenan api maka pohon cengkeh akan mengering dan mati. Meskipun hidup, produksi bunga cengkeh tidak akan optimal lagi dan kualitasnyapun jelek.

“Maka dari itu, jangan ada rerumputan di dekat pohon cengkeh. Salah satunya menghindari kobaran api, saat rerumputan terbakar saat kemarau,”ungkapnya sembari mengakatan masyarakat Pulau Nangka akan berupaya terus memperluas tanaman cengkeh. (Ron)

banner 325x300
banner 728x90
Exit mobile version