Pengejaran Panjang itu telah Berakhir

Sejumlah personil membawa kantong jenazah ke ruang jenazah di RS Bhayangkara Palu. (foto/Antara)

POSO, LASPELA– Pemburuan panjang terhadap Syekh Abu Wardah telah berakhir. Pemimpin Mujahidin Indonesia Timur itu dipastikan tewas, Senin (18/7), setelah terlibat baku tembak selama hampir setengah jam di hutan dan pegunungan Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara.

Syekh Abu Wardah alias Santoso lahir di Tentena, 21 Agustus 1976. Tentena merupakan kota kecil di Sulawesi Tengah yang mayoritas dihuni penduduk beragama Kristen. Pria berdarah Jawa itu disebut-sebut pernah ikut terlibat konflik Poso periode 1998-2001.

Setelah konflik mereda, Santoso diketahui menjadi penjual buku di Jalan Tamborana. Badrodin Haiti yang juga mantan Kapolri mengenal Santoso sebagai penjual buku-buku islami ketika ia masih menjadi Kapolda Sulawesi Tengah periode 2006-2008 silam.

Pakar terorisme Sidney Jones mengatakan Santoso pernah menjadi bagian Jemaah Islamiyah. Ia lalu memperkuat Jamaah Ansharut Tauhid pada 2010 karena Jemaah Islamiyah tak lagi melakukan aksi teror sejak 2007.

santoso tewasPada 25 Mei 2011, Santoso mendalangi peristiwa penembakan anggota polisi di kantor BCA Palu. Santoso juga pernah menyerang sebuah polsek di Palu dan membobol beberapa sel untuk mendapatkan rekrutan baru.

Santoso mendirikan Mujahidin Indonesia Timur bersama dengan Daeng Koro pada 2013. Ia rupanya kecewa dengan Jamaah Ansharut Tauhid pimpinan Abu Bakar Ba’asyir dan lebih senang bergerak sendiri.

Santoso semakin menyita perhatian publik lewat video Youtube berdurasi 6 menit yang diunggah awal Juli 2013. Ia menyebut Detasemen 88 sebagai ‘musuh yang nyata, setan yang nyata, perlawanan yang jelas’.

Santoso berikrar kepada Islamic State pada Juli 2014. Untuk menumpas Santoso, Polri menggelar Operasi Camar Maleo I, II, III, IV, hingga akhirnya membentuk Satgas Tinombala 2016.

Keluarga Ikhlaskan Kematian Santoso

Di tempat berbeda, Keluarga terduga teroris Santoso yang tinggal di Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengaku ikhlas atas tewasnya Santoso.

“Saya sendiri belum tahu benar tidaknya Santoso ketembak. Tetapi, saya sudah ikhlas saja. Sudah jatahnya dia ketembak,” ujar Ahmad Basri, saudara sepupu Santoso, sebagaimana dilansir Kompas.com, Selasa (19/7/2016).

Sejauh ini, lanjut Basri, belum ada pembicaraan maupun rencana apa pun dari pihak keluarga terkait meninggalnya Santoso. Ia berkeyakinan jika jenazah Santoso tidak akan dimakamkan di Desa Adipiro, tetapi di tempat keluarganya yang lain yang tinggal di luar Kota Magelang.

“Mungkin tidak dimakamkan di sini. Saya tidak ikut campur soal itu karena saya jarang berurusan,”katanya.

Sumber: Media Indonesia