Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara: Untuk Babel yang Terpenting Pariwisata

Deputi Gubernur BI, Mirza Adityaswara. (Foto: Yudhy)

PENGANTAR REDAKSI: Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara menjadi Keynote Speaker Goes to Campus kerjasama Bank Indonesia – Media Indonesia/Metro TV di Graha Timah yang dihadiri antara lain Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bangka Belitung (Babel) Bayu Martanto, Direktur Utama PT Timah Tbk Riza Pahlevi Tabrani, Rektor UBB, Rektor UBB Dr Ir Muh Yusuf Msi. Selain memberikan pencerahan tugas-tugas moneter Bank Indonesia, Mirza Adityaswara juga mengemukakan berbagai solusi bagi Kepulauan Bangka Belitung. Berikut catatan Pemimpin Redaksi Yohanes Agus Ismunarno dan wartawan Abdullah Randy dan Yudhi Aprianto.

KELESUAN ekonomi yang terjadi saat ini tak hanya dialami masyarakat Kepulauan Bangka Belitung (Babel) saja, tetapi juga oleh hampir seluruh wilayah Sumatera dan Kalimantan. Pasalnya, secara umum, kondisi ekonomi masyarakat Kalimantan dan Sumatera masih tergantung pada harga komoditas tambang dan perkebunan.

Kondisi perekonomian Indonesia pada periode 2000 hingga 2011, harga komoditi sedang naik tinggi dan Tiongkok sebagai pembeli terbesar dunia, memiliki pertumbuhan ekonomi sampai 12 persen sehingga harga komoditi menjadi tinggi. Hal ini berdampak pada tingginya pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kalimantan.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok lemah karena pada awalnya Tiongkok ingin melambatkan ekonominya. Pasalnya Tiongkok tidak ingin ada policy terlalu besar sehingga pada 2012, Tiongkok melakukan pengetatan moneter tapi kemudian ekonomi Tiongkok melambat terlalu dalam.

Perlambatan ekonomi Tiongkok hingga tinggal setengahnya saja yaitu kira-kita hanya 6 persen. Persoalan tersebut menjadi penyebab harga komoditas jatuh dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Bangka Belitung pun melambat.

Tidak hanya di Babel terjadi pelambatan ekonomi karena batu bara jatuh, harga timah jatuh, nikel dan karet juga jatuh. Jadi kita mengharapkan ekonomi luar negeri terutama Tiongkok sebagai pembeli komoditi akan meningkat kembali.

Sebenarnya sudah ada perbaikan ekonomi Cina, tapi Sumatera dan Kalimantan harus menyadari bahwa kenaikan harga komoditi tersebut sulit mencapai kenaikan harga seperti pada 2010-2011 lalu, dikarenakan kenaikan ini bukan menuju ke arah seperti itu.

Ada kenaikan yang sifatnya biasa saja sehingga perlu sekali bagi daerah-daerah lain di Sumatera dan Kalimantan bukan hanya di Babel, agar melakukan diverfikasi ekonomi. Kalau pertambangan harganya sedang turun maka kita ke perkebunan, perikanan dan yang paling penting lagi ke pariwisata.

Untuk mengatasi pelambatan ekonomi Babel, ada tiga hal yang harus dilakukan Babel; pertama, perbanyak ekspor, kurangi import dan yang terpenting pariwisata.

Dari segi pariwisata orang-orang yang datang ke Babel sudah melihat pantai Laskar Pelangi bahkan sebulan lalu banyak orang datang ke Babel di event internasional Triathlon 2016.

Pemda dan swasta diharapkan dapat bekerjasama membuat sebanyak-banyaknya kegiatan dan evet daerah maupun  even nasional di Babel mengingat Babel memiliki pantai yang bagus, masyarakat yang ramah dan memiliki makanan yang enak-enak untuk dipromosikan sebagai wisata.

Kita harus dorong pariwisata karena pariwisata menciptakan lapangan kerja perhotelan, tenaga kesenian, restoran-restoran dan memberikan devisa kalau bisa menarik turis datang dari Singapura, Malaysia dan wisatawan asing datang maka kesejahteraan Babel pasti akan tercapai.

Kepulauan Bangka Belitung harus belajar dari Bali yang pertumbuhan ekonominya berada pada posisi 6 persen. Bali tidak memiliki sumber daya alam pertambangan. Bali mengandalkan pariwisata. Demikian juga NTB yang pertumbuhan ekonominya 10 persen.

Jadi, sudah benar kalau Babel melakukan transformasi dari pertambangan timah ke pariwisata. Pemerintah Daerah dan masyarakat serta pengusaha harus bersinergi mewujudkan kejayaan pariwisata Bangka Belitung. Jika wisata Babel jaya, maka masyarakat pun akan sejahtera. (ags/ar/naf)